Hitam Putih part 07

Gelap..



Aku merasakan sedikit gunjangan di sekitarku. Seperti terayun dan berguncang. Dengan kekuatan yang hampir hilang pun ku paksakan membuka kedua kelopak mataku. Sedikit remang, ku lihat dada yang begitu lapang dan gagah. Aku sedang dibopong seseorang. Ya, dalam bopongan seorang laki-laki tepatnya. Namun siapa dia?



Ku fokuskan kembali pandangan ini, terlihat suatu yang tertulis dikaos birunya itu. Di dada sebelah kiri, sedikit jauh dari keberadaan kepalaku. Agak jelas ku lihat huruf ‘R’ disana. ‘R’ siapa…..? Aku semakin ingin melihat dan memberontak untuk sedikit bangkit. Namun sayup-sayup aku mendengar suara dari pemilik kaos biru berinisial ‘R’ itu.



“Tenang, sebentar lagi kita sudah sampai di UKS.”



Apa?? UKS? Kenapa aku akan dibawa kesana? Tapi kepalaku terasa semakin menjadi. Pusing! Bahkan mungkin amat sangat pusing. Bagaikan dihantam jutaan karang besar yang tajam.



“Auw, ahh…sakit…!!” keluhku yang sedikit terdengar histeris.



“Hey, kenapa? Kenapa………?”



Aku berusaha memandang wajah si ‘R’ itu, wajah yang mungkin saja sedang melihat wajah dan juga mimik kesakitan yang menyelimutiku. Semakin ku fokuskan pandanganku, semakin menancp pula karang-karang siksaan itu.



“Kamu kenapa?? Tenanglah, aku akan menolongmu. Tim medis akan menanganimu di UKS. Kau akan ba……………..”



Ucapannya teriang di otakku. Dan semua kini makin berputar dahsyat mengobrak abrik pikiranku. Dan akupun merasa melayang saat itu juga. Sebelum laki-laki itu selesai dengan ucapannya.

Semua kembali, gelap.



*************



Jemari tangan kananku begitu hangat. Walaupun dingin begitu terasa menyelimuti kulitku yang putih langsat. Rasanya aku ingin mencengkram jemari itu. Jemari yang menggenggam tanganku. Dan ketika jemariku berhasil merespon kehangatan itu, ada sebuah bisikan yang mulai mengusik telingaku.



“Lya..Lya..!! Kak, Lya sudah sadar!” suara itu tehenti mengatur nafas “Sabar ya Ya…? Aku akan ada di dekatmu. Kamu kuat ya?”



Tak lama setelah itu



“Biar saya periksa dulu ya? Sekarang adik tunggu di luar saja. Kalau banyak orang takutnya dia akan merasa pengap.”



“Iya kak..”



Ada sesuatu yang dingin melekat di tubuhku. Memeriksa detak jantung yang belum pernah mogok bekerja selama ini. Begitu dingin rasanya hingga aku mulai sadar dari kegelapan dan melihat pancaran cahaya dari sela-sela tirai penyekat.

Aku melihat sosok dengan seragam putih kebesarannya dan dua orang muda memakai kaos hijau menenangkan. Mereka memeriksa keadaanku. Kenapa..? Tapi bukankah aku juga telah terbiasa dengan ini?



“Adik, boleh saya menanyakan sesuatu?” seorang berseraham putih itu bertanya padaku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kecil.



“Adik, sering seperti ini sebelumnya?”



Ah, selalu saja sama. Setiap ada seorang baru yang memeriksaku pertanyaannya selalu saja sama.



“Berapa lama kah saya pinsan?”



“Cukup lama, tiga jam kamu disini.”



“Jika memang selama itu, saya sudah mengalaminya dua kali ini.”



“Sudah memeriksakannya lebih lanjut?”



“Tentu sudah. Dan kata dokter pribadi saya, saya hanya mudah capai saja.”



“Oh, semoga saja itu pula yang terjadi sekarang.” Ada nafas lega yang terhembus dari sosok ibu itu. “Kamu disini dulu ya? Tidak usah mengikuti rutinitas MOS untuk sementara.”



“Baik., emmm………….”



“Ana. Panggil saya Dokter Ana. Saya adalah dokter khusus untuk sekolah ini.”



Seperti mengerti jalan pikiranku saja Dokter Ana ini.



“Baik dokter…” Senyum manis pun meluncur begitu saja dari bibirku yang masih pucat.



Dokter Ana dan dua petugas PMR sekaligus asisten dari Dokter Ana telah menghilang di antara tirai biru setelah mereka berpamitan dan menyodorkan beberapa obat untukku setelah makan bubur yang telah panitia siapkan bagi mereka para junior yang mengalami hal seperti aku ini.



“Lya…. Kamu membuatku khawatir tauk…” Sapa memanja temanku setelah berada di sampngku kembali. “Dokter tadi bilang apa? Hufh, aku tadi disuruh keluar sama mereka. Mereka nggk ngapa-ngapain kamu khan?"



“Dasar Tiara, kamu ini. Ya jelas mereka pasti ngapa-gapain aku. Khan tadi lagi diperiksa.”



“Iya sih. Tapi khan kasihan kamu. Aku yang tahu kamu dan semua tentang tubuhmu itu.”



“Honey… Tenanglah, bukankah kau bilang aku aktris yang berbakat. Hhehe”



“Dasar keong..!! Hhaha.”



Walau baru sadar, tapi aku telah kuat untuk sekedar bercanda kembali dengan temanku yang begitu mengerti keadaanku. Yang ternyata dari tadi menungguiku, walaupun sebenarnya dia juga ada disini sebelumnya karena pinsan di kelas.



“Lya kamu tahu nggak? Tadi itu kamu di bopong sama cowok kelas sebelas lho! Kayaknya aktifis pecinta alam deh..” berpikir sejenak “Tapi, kok malah anak PA yang nolongin kamu?”



Pikiranku kembali mengulang rekaman itu. Kaos biru, biru laut menghanyutkan. Rasanya memang benar, rasanya aku pernah merasakan bopongan itu. Tapi, pertannyaan Tiara benar. Kenapa dia yang menolongku? Bukankah aku tadi…………………………



Ya!! Aku sedang menjalani hukuman di lapangan. Dan disana juga ada senior PA yang sedang berlatih. Bukankah wajar?



“Aku sempat sadar kok Ra ketika dibopong cowok itu. Kamu tahu namanya?” sambungku kemudian setelah mendapatkan kembali potret 1 menit dalam bopongan.



“Nah, aku juga nggak tahu Ya. Dia itu misterius banget. Habis naruh kamu di ranjang di langsung pergi gitu aja. Aku mana sempet lihat mukanya?? Aku dah histeris dulu kali lihat kamu pucet pasi.”



Ah, siapa dia? Kenapa dia seperti pangeran yang aku impikan? Menolong putri ketika membutuhkan. Apa tadi? Putri? Pikir apa aku ini? Memangnya pantas aku disamakan dengan sosok putri yang tangguh?



Mr. R . . . .



Aku pikir itu adalah sebutan indah untuk penolongku itu. Entah seperti apa sebenarnya wajahnya. Entah siapa nama sebenarnya. Tapi aku yakin inisialnya adalah ‘R’. karna aku sempat menemukan huruf itu di kaosnya.





“Mr.R”

Pangeranku, pahlawanku, dan juga penolongku ……………



(bersambung)



jangan lupa coment ya............? yang abru di tag di episode ini... jgan lupa baca episode yang lalu juga... hhehe

selamat berimajinasi.... :) jangan coba-coba jiplak ide ya....

Hitam Putih part 06

Sepasang sepatu sport hitam mulai berayun beriringan. Melangkah lunglai di dalam ketakut. Rindang pohon pun tak mampu membuatku tenang, walau itu karna belaian lembut sang bayu. Jarak sebenarnya mungkin hanya sekitar 200m dari kelasku. Namun jalan yang aku tempuh kurang lebih 550m jauhnya. Tak ada jalan pintas. Yang ada hanya taman sekolah, gedung, pagar pembatas dan jalan berkelok. 15 menit sudah aku berjalan. Dan pada menit ke-19 akhirnya aku sampai di lapangan yang Kak Dima maksud.



Memang benar, lapangan 1.3 adalah lapangan volley dengan fasilitas wall climbing. Salah satu fasilitas pendukung untuk anak-anak pecinta alam.



Banyak yang sedang berkumpul. Entah memang benar-benar ingin bermain atau hanya melihat saja. Yang jelas akan benar-benar memalukan apabila Kak Dima sudah sampai di sini.



20 menit aku menunggu di tengah lapangan. Semakin lama semakin banyak pasang mata yang memperhatikanku dengan dandanan aneh ini. Bahkan ada beberapa yang bersorak.

"Woi ada anak ilang tu. Ada yang mau pungut nggak? hhaha"

"Palingan juga Dima yang buang tu anak ke sini." saut teman yang lain.





** kelas X-B **



"Sok benar anak itu! Dia pikir dia sehebat itu apa?" kata Kak Dima pada semua orang di kelasku setelah aku pergi.

"Udah lah Ma dia itu cuma ingin dipanggil super hero." imbuh Kak Ady.

"Lalu mereka yang berdiri di belakang itu mau ngapain? Temennya di siksa kayak gitu nggak ada yang mau mbela!! Ternyata kelas favorit isinya PENGECUT doang ya!?" murka Kak Dima kemudian.



Semua hanya bisa diam. Tak ada yang berani bergerak sedikitpun. Walau badan sudah tak mampu namun mereka tetap berdiri tegak. Hebat! (Secara fisik memang hebat, tapi sosialnya.. Hemm, diragukan!)



Kak Ady yang dari tadi duduk pun sudah merasakan jenuh. Capek dengan kelakuan junior 'ndablek' yang berjajar rapi di belakang sana. "Dima cukup! Masih banyak kelas yang harus kita evaluasi. Biarkan mereka merenungi semuanya sendiri! Enek aku lama-lama disini!"

"Okey, semua boleh duduk! Dan yang gak tau malu silahkan keluar dari kelas ini untuk mengadu pada bapak/ibu guru!"

"Nah, gitu dong dari tadi! Aku keluar duluan."



DaArrR . .

Kak Ady pun keluar dengan membanting pintu. Kemudian Kak Dima menyusul dari belakang.

"Pikir tu apa kesalahan kalian! Dasar GOBLOK!!" kata Kak Dima sebelum menghilang di balik pintu.





** lapangan 1.3 **



25 menit kemudian Kak Dima baru muncul. Dan keringat dingin pun kembali menyelimuti tubuhku secara berlebih. Di belakang Kak Dima masih ada Kak Osa dan Kak Melati. Tiga macan lapar yang mencari mangsa.

Setelah sampai di tengah lapanganpun mereka berjajar rapi di depan ku. 'Oiya, dimana Kak Ady?' batinku kemudian.



"Oh, ternyata si lelet yang jadi pahlawan?" ucap Kak Osa memulai pembicaraan.

"Tapi kamu kemarin juga bilang naksir dia khan?" ledek Kak Melati.

"Idih, anak lelet gini! Nggak banget lah Mel!"

"Hei, kita mau hukum anak ini! Bukannya malah curhat!"

"Santai Ma, anak lelet ini biar aku sama Melati aja yang urus. Ya nggak Mel?"

"Iya Osa ganteng! hhaha"



"Ya udah, aku mau ke tepi sana dulu." ucap Kak Dima lirih sambil menunjuk tempat dekat anak-anak PA berkumpul.

"Tapi jangan PDKT sama brondong itu ya? hhaha" sahut Kak Melati dengan lirih pula.



"Anak manis muka kamu pucat bener? Tapi jangan harap aku akan baik hati sama kamu! Sekarang ambil posisi push up!" ucap sinis Kak Osa saat Kak Dima dan Kak Melati sedang berbisik.



Lemah rasanya untuk hanya sekedar bergerak. Sakit sekali! Akhirnya dengan sedikit ku paksakan badan ini mau juga untuk merubah posisi. Namun saat itu pandanganku mulai sedikit kabur.



Setelah Kak Dima benar-benar pergi Kak Melatipun kembali pada tugasnya "Berapa seri Sa? 5 atau 7?"

"Satu cukup kok Mel."

"Cuma satu?!"

"Udah lah satu juga dah bikin dia kapok!"

"Ya udah deh. Heh KEONG!! Push up satu seri!"

"I... iy.. ya.. kak." sahutku terbata.



Push up ku yang pertama terasa sangat berat. Tanganku mulai gemetaran tak karuan. Yang kedua, kepala ini mulai tak seimbang. Dan baru yang ketiga ada seorang berkata dari arah belakang.

"Kak Osa, Kak Melati.. Dia lagi sakit deh kayaknya! Lebih baik cukup aja."

"Masa sih? Ya udah lah. Sa kamu aja yang nyuruh dia."

"Sekarang kamu berdiri!" teriak kencang Kak Osa.

"Aku bantu dia ya Kak?" tanya sopan dari orang itu lagi.

"Terserah kamu lah." jawab Kak Osa enggan.



Orang itu membantuku berdiri. Menatihku dari arah belakang. Dengan susah payah badanku akhirnya tegak kembali karna bantuan orang itu juga. Kemudian aku mencoba menoleh ke belakang untuk melihat wajah penolog itu. Namun ternyata semua berputar hebat. Kakiku lemah tak bertenaga. Semua kemudian menjadi gelap. Tangan orang itu masih terasa menangkap tubuhku ketika badanku ambruk tak berdaya. Dan setelah itu aku tak merasakan apapun. Entah apa yang terjadi.



***

Hitam Putih part 05

Mencekam . . .



Atmosfir kelasku berubah drastis. Kak Dimas yang biasanya memancing tawa kami dengan sejuta polahnya, kini tengah berbeda. Dan Kak Mita yang dari tadi berada di samping kanan tubuh Kak Dimas mulai takut dan pucat. Mungkin Kak Mita juga merasakan apa yang kami semua rasakan. Bahkan ternyata, Kak Mita sedang menangis. Tak sampai hati rasanya melihat Kak Mita menangis takut karna perkelahian lidah antara Kak Dimas dan Kak Ady yang di backingi oleh Kak Dima.



Ketika aku ingin bersuara dan mencoba mengungkapkan pendapat dan saran. Jerit ketakutan malah terdengar dari arah belakang. Tepatnya dari arah saf-2.



"Stop . . !! Bisakah kakak-kakak ini lebih tenang . . ?"



Orang ini jelas sekali sedang menangis. Karna senggukannya masih terdengar jelas ketika menjerit. Dan kemudian aku sadar bahwa itu adalah suara Tiara.



"Kak Ady, Kak Dima, dan Kak Dimas.. Kasihan Kak Mita. Dia ketakutan karna kakak. Kami yang salah. Bukan Kak Dimas ataupun Kak Mita! hiks"



"HEI, siapa yang berani bicara?" bentakan hebat dari Kak Ady yang dibarengi gebrakan meja yang makin membuat jantungku histeris.



"Kalian pikir kalian siapa hah? Dasar nggak tahu malu! Udah tahu salah, tapi malah berani bentak kami, kakak senior KALIAN!" tunjuk Kak Dima pada barisan kami.

"Sekarang jangan cuma berani ngomong doang! Maju dan tunjukin muka LOE yang bikin GUE enek itu!" imbuh Kak Dima kemudian.



"Udah lah Ma, KITA ini cuma sampah buat mereka!"

"Tapi Dy, kita juga kakak mereka. Kakak yang seharusnya DIHORMATI!!"

"Ma, inget satu hal. Anak didik tidak akan menjadi buruk jika pengampunya itu baik. Dan sebenarnya bukan mereka yang salah karna sikapnya itu. Tapi dua orang ini yang GAK BECUS ngebawa mereka pada kenyataan pahit masa SMA! Mereka masih jadi anak SMP yang manja dan CENGENG!"



Lagi, Kak Ady kembali menunjuk kakak pengampu kelasku dan menyalahkan mereka lagi. Ketika itu jelas terlihat muka Kak Dimas yang makin terbuai oleh emosi iblisnya. Dan Kak Mita pun makin menangis sesenggukan.



"Lihat Kak Ady.. Ada kakak pengampu kelas yang nangis tu!"

"Dasar rapuh! Hei, kamu M250B11!! LOE pikir tangisanmu itu bisa bikin aku dan Dima simpati? Gimana ka . . ." belum selesai Kak Ady bicara, tiba-tiba Kak Dimas memotongnya dengan emosi yang memuncak.



"Terserah kamu mau ngomong apa! Tapi jangan pernah buat temanmu sendiri SAKIT karna ucapanmu! GUE TAHU! GUE NGERTI! Kalau saya memang tidak becus dalam menangani adik junior kelas X-B. Dan dustakah saya jika, meninggalkan tempat ini?" tantang Kak Dimas.

Dan dengan lembut Ia menoleh ke arah kanan dan menggandeng tangan Kak Mita "Mit, kita keluar dulu ya? Tenangin diri dulu.. Ya?"

Tapi Kak Mita tak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepalanya perlahan.



Kak Dimas pun berlalu menuju pintu di sebelah kiri yang berjarak 8 meter dari tempatnya berdiri. Gandengan itu begitu kuat. Namun sebelum Kak Dimas dan Kak Mita menghilang di balik pintu. Kak Dimas berhenti tanpa membalikkan badan dan mengangkat suara, "Untuk para pengevaluasi terhormat. Saya, permisi. Jika anda memang merasa yang 'ter-' silahkan untuk mengampu kelas ini tanpa kami D235B13 dan M250B11. Kami meminta izin secara tidak terhormat kepada kalian. Semoga junior kelas X-B dapat menjadi sesuatu yang hebat di tangan kalian. Terima kasih."

Ucapan ini begitu dalam. Bahkan Kak Mita hanya bisa menurut sambil tetap dituntun oleh Kak Dimas.



Dan ternyata hampir separuh dari penghuni kelas ini menangis, takut, dan tegang. Termasuk di dalamnya adala AKU. Tanganku pun mulai mengeluarkan keringat dingin yang berlebih. Tiara teman baikku itupun makin terpuruk dan jatuh pinsan.

Tuhan neraka macam apa ini?



Dari luar, kemudian muncul empat senior PMR (Palang Merah Remaja) yang menggotong tubuh Tiara dan memberikan P3K dengan barang-barang sederhana.



Setelah terdiam lama akhirnya Kak Dima kembali bersuara.



"Tenang kalian semua disini?? Hanya diam?"

Kaget dan heran! Kak Dima ternyata juga rapuh. Dia mulai mengeluarkan air mata yang terlihat enggan keluar dari mata indahnya sambil mengucapkan kata-kata tadi.

"Karna tugas, aku malah dibenci oleh teman baikku. M250B11 adalah temanku. Dan . . INI SEMUA KARNA KALIAN!!"

Kak Dima terlihat menyesal dan stress dengan keadaan. Dan Kak Ady hanya bisa diam terduduk kaku di kursi guru.



Entah kenapa kakiku melangkah menuju tempat dimana Kak Dima berada. Sambil tetap berdiri aku memulai pembicaraan kepada Kak Dima yang sedang duduk di salah satu kursi barisan meja utama sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.



"Maafkan kami kak? Maaf atas segala kekanak-kanakan kami. Maaf untuk keegoisan kami yang hanya bisa diam dan tidak mau untuk disalahkan. Maaf untuk semuanya kak!?"

"Bodoh! Kenapa baru sekarang? Sejarah nggak mungkin bisa diulang non? Dan apa kamu mau menanggung semua kesalahan? Kamu mau menerima kosekuensi dari kakak?"

"Jika itu memang harus maka saya kan berusaha kak."



"Udah lah Ma, biarin aja! Paling dia cuma pengen dipanggil pahlawan sama temen-temennya." saran Kak Ady dengan ogah-ogahan.

"Gak, biar dia tahu bahwa setiap perbuatan itu ada konsekuensinya! Sekarang kamu lari ke lapangan 1.3 dan push up di sana sebanyak 3 seri!"

"Kenapa harus disana kak?"

"Banyak tanya ya? Disana ada anak-anak PA latihan wall clambing. Dan gue pengen loe ngerasain malu! Hhaha.."



"Udah cepet lari dan tunggu gue di tengah lapangan!"



Segera aku hapus sisa-sisa air mataku dan berlari menuju lapangan 1.3 dengan sempoyongan karena lemas.



〔mampukah Lya menjalaninya?〕



-bersambung-

Hitam Putih part 03

***

Derrtt.. derrt.. derrt.. Bila kau harus pergi.. Meninggalkan diriku.. Jangan lupakan aku . . .

Tembang syahdu yang dipopulerkan oleh Mario Stevano itu mewarnai handphone mungil putihku yang tergeletak di atas ranjang sederhana bernuansa bunga lotus. Tanganku pun berusaha menggapai sumber suara itu dengan bermalas-malasan sambil tetap pada posisi terkelepar tak berdaya.

'1 message received' tulisan itu terpampang jelas pada layar.

from : +6289912395***

Mlem Lya.Gmn?Dah sht kan?

Nomer baru dan begitu asing bagiku. Namun mengapa pengirim ini tau kalau aku sedang sakit?

to : +6289912395***

myem uga . . mav. nie tapa ea? ea gitulah.. tp dah enakan kox ^ - ^

.. sent ..

Derrt.. derrt.. derrt.. Bila kau harus . . .

Baru sedikit Rio bernyanyi untukku. Namun, langsung ku hentikan karna rasa penasaranku yang tinggi. Cepat juga orang ini membalas SMSku?

from : +6289912395***

Q yg dah bkin u kyk gn.He,,he,,.5f y?Td pg q jg msh lht u susah bwt jln =(

Yang udah bikin aku kayak gini? Aku sakit khan gara-gara jatuh Rabu kemarin. Dan yang nabrak aku waktu itu . . Hahh , , jangan-jangan Mr. R lagi! Tau nomerku dari mana?

to : +6289912395***

ka'Rama ea? ka2 ga' salah kox . . jd ga' prlu mnt mav =) agy pula uma kesleo kecil adja kox. btw, tau numbQ drmn ka'?

.. sent ..

Wekk, muna banget aku ini. Jelas-jelas kak Rama itu salah. Jalan gak hati-hati, nabrak aku pula. Tapi dasar cewek, gak mungkin juga aku marah sama orang yang aku kagumi itu. Serba salah!

Derrt.. derrt.. derrt.. Bila kau harus pergi . . .

from : +6289912395***

U baik bgt y?Q td lht Tiara d dpn rmhny.Tau sndri kan q 1 kmpleks sm dy?Trus,q mnt no u deh.Tdny dy gak 5u ksh.Tp krna tau mksdQ baik,jdny d blehin.He,,he,, Y sdh, q pamit dl y?5u nganterin nyokap arisan nie.Biasalah,ibu-ibu klo lg malming gn suka ngerumpi =)

Yach, kak Rama.. Kok udahan sih? Baru juga seneng bisa SMSan sama kakak.. Tapi sekarang, aku punya nomernya kak Rama.. Asyik!! Hhehe.. Oiya, belum aku save. Heemmt, ☆mr.eRrt☆ hhaha lucu juga namanya. Eits, SMSnya tadi malah belum aku balas.

to : ☆mr. eRrt☆

ah ka2 bisa adja. jd malu au =") ea ka' . . ati2 adja d jland.. mlem . . . ^ _ ^

.. sent ..

Haduh, kak Rama emang cowok baik ya? Jadi inget waktu Masa Orientasi Siswa kemarin. Untung ada kak Rama. Senyuman-senyuman kecil pun terpancar dari wajahku ketika mengingat masa itu.

"Udah ah, aku mau bobok aja. Lagi pula semua PR juga udah aku kerjain." menata selimut pada tubuh.



***



Senyum mentari ke-14 di bulan Juli. Hatiku gelisah, namun berseri. Lagu milik teh Melly pun semakin meramaikan suasana di dalam mobil ayahku. Pk 06.30, akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Dengan seragam putih biru, aku mulai memasuki gerbang SMA Nusa Bangsa. Salah satu SMA terfavorit di sekitar tempat tinggalku. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Sebutanku pun masih sebagai siswa baru. Harusnya aku bangga dan senang hari ini. Namun sebaliknya, aku malah tertunduk hampir 90°. Melihat dandananku ini, aku merasa malu. Bagaimana tidak? Rambutku yang panjang ini harus dikepang tujuh tanpa sisa, botol susu bayipun bergelantuangan sebagai kalung, pundakku bertaskan kantung plastik berwarna putih, aku juga memakai kartu nama berwarna merah yang berbentuk bintang besar di dada, dan masih banyak hal gila lainnya. Kata orang ini sudah biasa. MOS memang akan meriah apa bila para junior berdandan seperti aku ini. Huhf, dasar aneh! Waktu aku masuk SMP tidak ada acara macam ini. Paling cuma pengenalan sekolah. Dan dandananku pun seperti anak sewajarnya dengan baju putih merah.

Masih setengah jam untukku mempersiapkan diri. Tanpa mampir-mampir aku langsung menuju ruang kelasku. Disana aku menemukan Tiara yang sedang tersenyum dan melambaikan tangan padaku. Maklum saja, dia adalah teman baikku sejak SMP. Dan beruntungnya, aku dan Tiara dipertemukan kembali dalam kelas yang sama. Lega rasanya!

Tiara pun menghampiriku yang masih berdiri di depan pintu.

"Tumben ni? Seorang Lya , , berangkat pagi?" melihatku dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan gaya sok tua.



〔ada apa sebenarnya? apa hubungan kak Rama dengan MOS?〕



-bersambung-

Hitam Putih part 04

Satu, dua, tiga . .
Lima hari sudah aku menjalani masa orientasi ini. Dan besok hingga lusa adalah puncak ketegangan yang makin mengembang di dalam ragaku. Hari ini aku bingung dan kacau. Banyak peraturan dan juga tugas yang tercatat dalam buku catatan mini, khusus untuk kegiatan MOS selama seminggu penuh ini. Besok kami akan menginap. Menghabiskan malam bersama angin gedung-gedung tua. Sekolahku memang masih terlihat jadul dengan banyaknya ruang bekas sekolah Belanda yang masih dipertahankan untuk ciri khasnya. Pukul 23.45 semua tugas, alat, dan peralatan yang harus dibawa sudah masuk dengan rapi ke dalam rensel sebesar 'gentong' berwarna biru milik kakak laki-lakiku yang dulunya adalah seorang aktivis pecinta alam di masa SMAnya dulu. Siap tak siap aku harus menjalaninya besok.

Matahari pagi ternyata enggan memamerkan sinarnya seperti kemarin. Mendung, walaupun musim masih berstatus kemarau. Semua berbeda. Jika kemarin aku masih santai, khusus hari ini acara dimulai pk 05.15. Gila rasanya! Namun inilah adat mereka menyambut siswa barunya.

Pk 05.20 aku baru sampai di depan gerbang megah milik sekolah 'terpopuler' di area tempat tinggalku. Muka sangar senior rasanya telah siap menerkam kesalahan fatalku ini.

"Dik . . . !! Kemarin denger nggak jam lima seperempat harus udah dateng?! Goblok atau budek?" ucap pedas Kak Dima. Ya itulah Kak Dima. Seniorku yang cantik namun galak setengah mati. Tak jarang kata-kata kasar keluar untuk mengecilkan mental kami para junior 'bersalah'. Baru memasuki gerbang saja aku sudah diambil alih olehnya.
"Maafkan saya kak!" daripada memberi alasan dan kembali disalahkan, akhirnya tiga kata itu yang bisa keluar dari mulut tipisku.
"Terus mau ngapain kamu disini?! Mejeng hah . . ?! Selama enam hari ini baru dua kali kamu bisa berangkat pagi!! Dasar lemot! Saudaranya keong racun ya?!"
Aku diam tanpa jawaban sampai . . .
"Jawab tolol!!" bentakan dashyat tepat di depan wajahku dengan jarak kurang lebih 10 cm. Kaget dan reflek dengan satu jawaban.
"Maaf kak, maafkan saya?!" ketika berbicara 1 kalimat ini ternyata beberapa butir air mataku jatuh tanpa malu.
"Dima, aku ada perlu sebentar!" seru seorang laki-laki yang entah siapa beseru di belakangku. Namun yang jelas aku berterima kasih padanya. Karna dia Kak Dima pun berlalu dari hadapanku dan berjalan menuju sumber suara itu. Saat itu aku juga mengeluh dalam batin. 'Senior udik! Dia pikir aku gak berat gendong rensel segede ini sambil tetap berdiri dengan posisi siap sempurna? Ampun dah. Nyokap aja nggak pernah bentak aku kok! Eh, ni senior malah bikin aku nangis kayak sekarang.'
Selesai mengumpat dan bersuara dalam hati. Kak Dima kembali muncul di hadapan mataku.
"Sekarang cepat kamu lari ke ruang kelas. Tapi ingat urusan kita belum selesai! Paham gak?"
"Paham kak! Terima kasih untuk tegurannya kak. Saya permisi." jawabku lembut dan ramah. Basa-basi sekali rasanya. Namun aku memang harus hormat pada seniorku ini. Setelah besalaman palsu aku segera berlari keledai menuju kelas yang telah ku tempati selama lima hari jalan menuju hari ke enam.

Tertarik habis nafasku di sepanjang perjalanan. Dan sekarang oksigen rasanya telah pelit berbagi padaku. Di kelas ada Kak Dimas, kakak pengampu kelasku bersama Kak Mita di kelas X.B. Kelas unggulan yang katanya tempat berkumpul 32 anak terpandai angkatan tahun ajaran ini. Kak Dimas yang kocak menyapaku dengan guyonannya.
"Pagi dik? Nggak bisa berangkat lebih siang to? Kalau nggak keberatan Lya bisa nebeng Aak Imas kok berangkatnya . . ?"
Dasar Kak Dimas! Sejak hari Selasa dia memang suka menggodaku dan menanti surakan dari teman satu kelasku sebagai imbalannya!
"Huahahaha...!!" tawa nakal teman-temanku yang begitu serempak.
"Sekarang kamu bisa duduk dik. Pasti tadi udah dijemur sama Kak Dima kan?" ucap sopan dari Kak Mita. Kak Mita memang kakak terlembut, terbaik, termanis, dan juga termuda dibandingkan seniorku yang lain. :)

***

Rutinitas MOS siang hari ke-6 telah terlewati. Mungkin banyak kesalahan yang telah ku perbuat. Dan sekarang sudah pukul 17.00 detik-detik evaluasi pun datang di depan jiwa. Semua temanku diam. Tegang menanti bentakan dan sindiran runcing yang mungkin nanti dapat mengukir darah dalam batin kami para junior.

Bruaakkk . . .
Suara pintu yang didobrak paksa dari arah luar.

"Semua berdiri di belakang! Baris menjadi tiga bersaf!!" bentak Kak Ady sambil membenarkan letak kacamata yang sebenarnya tak bergoyah sedikitpun dari wajah sangarnya itu.
"Lemot! Cepetan bisa nggak?!" imbuhan bentakan dari Kak Dima.

Semua hanya menurut. Bahkan Kak Dimas hanya bisa terdiam di ujung depan sebelah meja guru.

"D235B13!! Loe becus nggak to jadi pengampu kelas ini?" teriak galak Kak Ady sambil menunjuk tubuh Kak Dimas. Untuk pengampu kelas memang memiliki nama tugas masing-masing dan Kak Dimas dengan NTA (Nama Tugas Abdi) D-dua-tiga-lima-B-tiga belas.
"Saya sudah bekerja sebaik mungking! LOE YANG GAK BECUS!! Mimpin pengampu kelas yang cuma 20 aja masih ada yang bodoh kayak GUE. Lha sekarang aku ngampu 32 anak bau kencur LOE salahin TERUS!"
Jawaban itu membuat kami terperangah. Kak Dimas yang gokil bisa-bisanya mengucapkan kalimat-kalimat itu dengan penekanan kata hingga kalimat yang terdengar menantang.
"Terus mau LOE apa?" bentak Kak Dima dengan penekanan pada kata 'loe'.

Suasana menjadi sangat mencekam karena berdebatan antara kakak pengampu kelas dengan kakak-kakak pengevaluasi.

〔dimana Kak Rama? Dan hal buruk apa lagi yang akan menimpa Lya?〕

.bersambung.

Hitam Putih part 02

Dug , , dug , , dug , ,

suara dentuman jantungku mulai terdengar begitu dashyat ketika itu. Pikirku pun masih bergejolak bersama batinku.



"Lya . . . ?" suara cemas itu kembali memanggilku.



Tubuhnya pun semakin tertunduk, perlahan turun dan melihat keadaanku. Tapi dasar bodoh, mataku malah ku tutup rapat serapat-rapatnya. Malu berat . . !!



"Lya . . ? Kamu kesakitan banget ya? Ya , , Lya , , ? Halloo . . . . ?"



Aku tak tega mendengarnya. Suaranya yang lembut itu semakin serak karna cemas. Kelopak mata ini pun perlahan terbuka dengan begitu hati-hati. Sosok itu ternyata sudah berjongkok tepat di hadapanku sambil melambaikan tangannya.



"Lya, maafin aku ya? Kamu gak apa-apa kan?"

"Hah , , i.. i.. iya kak. A.. a.. aku gak a.. ..apa-apa kox!" sahutku cepat namun terbata-bata.



"Sini kakak lihat dulu lutut kamu!" sambil berusaha menatihku berdiri.



Rasanya aku ingin terbang ketika itu jua. Bagaimana tidak, kedua tangan itu begitu lembut membantuku untuk berdiri dari ambrukku. Akupun hanya bisa diam, pikiranku semakin berlari dari ragaku.



"Ya ampun Ya . . Lutut kamu berdarah! Tangan kamu juga! Kakak obatin ya?" sambil memegangi kedua tanganku.

"Ah gak apa-apa kok kak! Percaya deh sama Lya!"

"Sayangnya aku gak percaya sama kamu. Coba deh kamu lihat luka kamu itu!"



Aku pun mencoba melihat beberapa luka di tangan dan lututku. Darah itu sudah mengalir tanpa ku sadari. Kaos kakikupun tiba-tiba berubah menjadi merah. Setelah sadar, aku malah merasa lemas dan hampir jatuh kembali.



Dengan cekatan sosok itu segera memegangiku, "Eh , , Lya!! Kox malah gini? Kakak bawa kamu ke ruang PA aja ya? Masalahnya kakak juga dah ditunggu disana. Nanti biar kakak bantu obatin." kecemasan kembali muncul.

"Iya kak.." suaraku semakin lirih menahan rasa sakit.



Padahal tadi tak terasa perih sama sekali. Aku pun mencoba berjalan sendiri. Namun kaki kiriku tak dapat berjalan dengan baik.



Melihatku seperti itu, tiba-tiba tangan kananku dipegangnya dan kemudian di taruhnya pada pundak kanannya. Aku pun ditatih berjalan olehnya. Kalau di sinetron-sinetron pasti sudah di tambah efek angin + lagu romantis nie. Hhehe



***



"Gimana, kamu dah baikkan? Maaf tadi kakak tinggal bentar. Kakak nemuin Toufiq dulu. And, dia ngampunin kamu kok atas ketidak hadiranmu di pertemuan OSIS tadi."

"Udah kok kak! Aku dah baikan." sambil mengeluarkan senyum termanis yang aku punya.

"Oiya,, sekarang kamu ada jam ya? Jamnya siapa?"

"Jamnya Bu Winda kak. Tapi tadi aku dah nitip ijin sama Dito kok. Khan tadi dia juga ada disini."

"Iya juga ya? Di ekskul nie khan ada anak kelas X-B juga. Kok bisa lupa aku ini." diiringi dengan senyum tulusnya.

"Dasar kakak! Udah pikun ya?" ledekku sambil tertawa simpul.

"Iya nie. Makin berumur makin tak karuan. Ya sudahlah, sekarang kamu istirahat aja dulu disini. Tapi kakak tinggal gak masalah khan? Gak enak sama Pak Dodi. Kakak dah terlalu sering absen. Kakak tinggal dulu ya?" berdiri dari duduknya dan mulai berjalan pergi.

"Kak Rama!" panggilku tiba-tiba.

Kak Rama pun berhenti sejenak dan menengok kembali ke belakang, "Iya ada ap?"

"Makasih ya kak?"



Kak Rama pun menjawabnya dengan senyum keramahan. Dan lanjut berjalan santai. Namun kemudian berhenti sejenak dan mengubah arah jalannya.



"Kakak juga minta maaf ya? Karna kakak kamu jadi kayak gini sekarang." meletakkan tangan kanannya di atas kepalaku sambil mengusap-usap lembut.

"Dan maaf juga karna harus ninggalin kamu disini sendirian. Biar enakan kamu tidur aja yah?"

"Iya kak . . "



Kak Rama pun benar-benar pergì dan menghilang di balik pintu. Aku pun kemudian terbuai kantuk yang menepuk punggung. Hampir tertidur aku ketika itu. Sebelum , ,



"Lya . . . !!" suara Tiara yang tiba-tiba datang dan mengagetkanku.

"Tiara . . . . !! Jantungku hampir copot nie!" teriakku kesal.

"Aduh , , ampun putri Lya. Jangan hukum hamba." canda Tiara sambil ber-akting ria.

"Enak ya bisa tiduran disini? Eh, tangan + kaki kamu kok jadi gak mulus lagi Ya? Tapi enak tu , , ito ditabrak + ditolong sama Mr. R." goda si 'ubi' (Tiara).

"Hustt,, jangan keras-keras!"



〔siapa Rama/Mr. R sebenarnya?〕



-bersambung-

Hitam Putih part 01

"Lya manis, , temenin aku yuk . . . ?! ya . . . ?" rayu teman baikku itu.

"Males ah Ra. mendingan juga tiduran."

"Ayolah, mang kamu gak bosen apa di kelas terus?"

"Gak . . !!" jawabku dengan muka memelas.

"Ya udah dech. Aku jajan dulu ya . . ? Selamat bertidur-tiduran sayangku.." sambil mengacak-acak rambut panjangku ini.

"Ih , , jadi berantakan nie!!" sontakku ketus.

"Lya kalau lagi marah tambah cantik ya . . . ? hhaha." kata Tiara dengan nada mengejek sambil berlari kecil keluar kelas.

"Eh , , malah kabur.. Awas ya!!"



Itulah Tiara teman baikku. Mungil, cantik, baik, dan pintar. Hidupnya berkecukupan, apapun yang dia inginkan slalu bisa ia dapatkan. Paling cuma satu atau dua hal yang ia tak sanggup untuk mendapatkannya. Salah satunya kesetiaan.

Ternyata paras cantik tak menjamin dia akan bahagia. Buktinya, berkali-kali temanku ini dibuat sakit hati oleh 'Kaum Adam'. Entah karna diduakan atau bahkan dimanfaatkan. Namun semua itu tak membuatnya jera untuk mengarungi cinta khas anak remaja.



***



Sabtu ceria di bulan November. Hujan lokal kembali hadir di kelas X-B. Dan apesnya lagi, minggu ini aku duduk di meja paling depan. Tak dapat dipungkiri lagi, buku milikku telah basah kuyup lengkap dengan kuahnya. Iuh, harusnya aku membawa payung tadi.



"Tett,, tett,, tett,," bel istirahat akhirnya menyelamatkan buku sejarahku dari bencana banjir.



"Nah, bapak harap kalian dapat mengerjakan tugas bapak dengan baik. Sekarang kalian boleh istirahat." kata Pak Ardi, guru sejarahku yang bersinar itu. (kepalanya botak depan:-))

"Ya pak . . . " jawab anak-anak serempak tanpa komando.



"Aduh, bukuku ada titik-titiknya nie." rengek Tiara lengkap dengan akting memelasnya.

"Udahlah Ra, Senin depan kita kan dah pindah." ucap penenangku untuk Tiara.

"Ich, dasar Pak Nobita jelek.. Besok-besok aku kasih masker aja ah. Biar nggak muncrat-muncrat lagi."



Dasar Tiara, cuma bisa mengeluh di belakang. Mana berani dia dengan guru tergalak di sekolahku itu. Apalagi ditambah kaca mata mirip punya nobita dan jenggot pendek yang lebat. Hhii, mendingan lihat macan dah.



"Ra, tumben kamu gak ke kantin?"

"Males Ya, gak nafsu makan aku!" gerutunya tanpa lupa untuk menekuk dan memajukan mulutnya.

"Ya udahlah, aku mau ke taman belakang nie. Kamu mau ikut gak?"

"Hah, taman belakang? Ikut dung.. hhehe"



***



Rabu, istirahat pertama. Seperti biasa aku harus ke ruang OSIS untuk memenuhi pertemuan rutin pengurus harian. Kebetulan aku di percaya untuk menjabat sebagai sekertaris II di organisasi ini. Dan hari ini aku harus ke sana sendirian. Kak Rian si bendahara I sedang sakit. Padahal cuma dia yang biasa menemani aku dan berangkat bersama ke ruang OSIS. Sebalnya lagi, aku harus melewati ruang anak-anak PA sendirian.



Baru berjalan di sebelah selatan ruang PA , , ,

BrukK . . Tiba-tiba ada yang menabrakku dari belakang.



"Auw,, hati-hati dung..!!" amukku sambil merintih kesakitan.

"Maaf Ya. Tadi aku buru-buru. Sini aku bantu."



'Haduh, suaranya kok kayak kenal? Ap mungkin Mr. R ya?' lamunku dalam batin.



"Ya kamu gak apa-apa kan? Ayo aku bantu kamu berdiri..?"



Uluran kedua tangan itu tiba-tiba sudah ada di depan mataku. Dan tepat di tangan kanannya terdapat sarung tangan khas anak-anak PA(pecinta alam). Mampus , , jangan-jangan benar-benar Mr. R yang akan menolongku berdiri saat ini. Kepalaku masih menunduk tak mau mendongak sedikitpun. Kakiku pun makin lemah dan tak mau berdiri. Jantungku terasa dag,, dig,, dug,, tak karuan. Apa benar ini Mr. R . . . . ? Tuhan . . . .



"Ya, sakit banget ya?" suaranya makin terdengar khawatir.



〔Siapa dia . . . ?

Apa benar si 'Mr. R'〕



-bersambung-

satu

tak terasa...
setahun sudah hariku bersamamu...
menuliskan amarah hingga kepedihan...
entah itu baik ataupun buruk...

Blogku yang setia..
trima kasih tak terkira..
walau aku sering memuntahkan segalanya..
tapi kau tak pernah menampiknya..

LOTUSANURA ANA HA