ANGIN



Dalam satu renungan aku teringat.
Adikku yang bandel dan menyebalkan justru selalu ada walau aku dalam keadaan terpuruk dan sedih

Januari 2012
Siapa sangka detik-detik "my sweet seventeenth" harus tersendat dengan cobaan, ujian, atau mungkin hukuman Tuhan
Tipus yang dulu sempat menyerang ragaku di tahun 2007 harus terangkat kembali dan menjalari tubuh di awal 17 tahunku. Beberapa rekan menjenguk dan melihat keadaanku. Teman kelas (IKAN SEPP4T), disusul teman ekstrakulikuler (PMR dan PRAMUKA).
Malam-malam aku lewati dengan kelabu hingga tiba suatu malam ANGIN itu datang :) Bersama temanku yang lain, dia datang dan berusaha menggibur. Waktu itu Sabtu malam, 28 Januari 2012.
Benar, walau aku tidak terlalu suka dengan sikapnya namun terkadang dia muncul sebagai kesatria.

Juli 2012
Kamis lalu, 26 Juli 2012. Sekitar pukul 16.00 p.m aku kembali diberikan pembelajaran oleh Tuhan. Bersama temanku Pratiwi aku terjatuh dari motor akibat mobil AVANSA hitam. Kejadian begitu cepat. Aku jatuh tepat dibelakang adikku yang lain - Johan. Ah.. Sungguh malu aku ketika itu. Waktu itu aku masih memakai seragam sekolah. Krudung putih, baju putih, dan rok abu-abu tak lagi seindah sebelumnya. Banyak bercak merah di beberapa tempat dan bau arus mulai tercium. Darah! Ya, itu semua diakibatkan darah dari jari kelingkingku yang robek.
Ceritanya sungguh panjang. Mungkin akan aku ceritakan pada pos berikutnya.
Singkat cerita, ketika aku diobati temanku Gembul datang untuk menengok temanku yang lain - Pratiwi. Saat itu aku sedikit menunduk. "Siapa orang yang menjengukku seperti Gembul yang datang untuk Pratiwi?"
Pikiran itu segera saja aku buang.
Dan malamnya beberapa teman dan adik-adikku sudah mengetahui kejadian apes yang aku alami. Beberapa diantaranya mengetahui hal ini dari Angin. Ya! Dari sekian adik dan kawanku, dia memang salah satu yang khawatir akan keadaanku.

Trimakasih.. Walaupun kamu sungguh menyebalkan (hhehe) tapi aku akan tetap menganggapmu sebagai ADIKKU . . . ^ - ^

Just for You - Angin


NIRMANA WARNA

Dulu pernah bangga waktu ngumpulin hasil nirwana warna buatan sendiri . . . :)
Waktu itu tahun 2011. Semester 2 kelas X . . ^ - ^
Setelah buat selama 1 malam, paginya langsung presentasi di hadapan Pak Eko (Guru SB kelas X). Waktu itu bikin tugasnya emang mendadak. hhehe [dilarang keras untuk meniru hal ini]
Malam hari waktu buat nirmana warna, rumah udah sepi kayak kuburan. Keluarga udah stay di rumah Ibu Bidan :)
Dug..dug..dug.. Ponakanku cewek atau cowok ya? Selamat ngga ya? Kakak iparku semoga baik-baik aja. Nah, sambil ngerjain nirmana warna pikiran emang udah kacau mikirin kakak ipar yang baru berjuang buat melahirkan. Nirmana warnaku campur aduk gila-gilaan. Alat pewarnanya pun ngga cuma dari 1 macam saja. Semua yang aku punya aku gunain. Ada CRAYON, SPIDOL, PENSIL WARNA (WATER), PENSIL WARNA (CLASIK), CAT AIR. Hasilnya? Lumayan . . . :) Tapi semua yang melihat pasti tahu itu buatan anak cewek ^ - ^

Waktu presentasi, banyak temen yang senyum. Selain dari hasilnya ternyata juga cara presentasikulah mereka bisa demikian. Setelah presentasi hasil nirmana warna dikumpulkan. Seminggu kemudian semua nirmana warna kelas X1 dibagikan. Pas dilihat-lihat hasilku ngga ada. Mana ya...?? Masa hilang?
Ternyata beberapa hasil karya emang sengaja ngga dikembaliin. Pas ditanya lagi, katanya sih itu buat arsip guru + contoh adik-adik kelas nanti :) Kalau dipikir yang namanya arsip khan berarti istimewa... :)

Alhamdulillah.. Keponakan baru kali ya yang bikin aku beruntung. hhehe
Sayangnya hasil karyaku belum sempet diabadikan :( Ngga ada satupun foto atau scan hasil karyaku itu T.T jadi nyesel >,<
Warna yang aku ambil adalah campuran. Dilihat dari sisi background warna yang aku ambil warna kontras, dari sisi ornamennya aku ambil warna selaras, dan dari sisi pewarnaan total paling banyak warna dingin :)
Aku memang ngga suka diikat dalam keteraturan yang bikin mata jadi tegang dan cepet capai. Contoh dari nirmana yang ngga aku suka kayak gini ni:


Nirmana yang bikin pusing

Aku sukanya yang simple tapi keren. Gimana ya jelasinnya? Warnanya itu bisa nyenengin kalau dilihat-lihat :)
Kontras nggapapa, tapi bisa enak aja kalau dinikmati. hhehe
Yang begini juga lumayan:


Nirmana yang bikin tentrem

Nah, kalau yang ini warnanya bikin tentrem. Karna emang si pembuat bikinnya pakai warna-warna dingin :)
Nirmana warna kayak apapun kadang bisa mencerminkan watak dan suasana si pembuat. Walaupun nirmana itu dibuat tanpa maksud, arti, dan pemahaman. Nirmana hanya dibauat secara mengalir tanda harus menimbang dari segi sosial atau yang lainnya. Kalau kata Pak Eko sih, kalau udah ada maksud dari setiap goresnya itu dinamakan lukisan. Seumpama pemilihan warna x dimasksudkan keadaan orang-orang yang sedang dalam x di suatu negara x. Pokoknya gitulah :)

Intinya itu...
Nirmana adalah sekumpulan titik, garis, bidang bahkan warna yang dirancang dengan sedemikian rupa hingga menghasilkan sebuah karya seni rupa namun TIDAK MEMILIKI MAKNA. Nirmana warna adalah sebagian cabang dari nirmana itu sendiri. Namun pada nirmana warna yang diutamakan adalah UNSUR WARNANYA.

Dan ini ada beberapa contoh yang aku download sana-sini.. Pengennya sih hasil karyaku yang aku upload disini :(




Terimakasih atas beberapa orang yang nirmana warnanya sudah aku post tanpa seijin yang punya. Maaf karena ngga bisa nyantumin alamat blog/ web kalian karna aku emang lupa buat nyatetnya.. Yang jelas aku ngga ngaku-ngaku kalau ini karyaku :) SEKIAN

Arial dan Arinda





Awal bulan Juni. Daun-daun semakin enggan berada pada tangkai pohonnya. Membantingkan diri ke tanah agar dapat menyatu dengan senyawa yang ada. Gugusan atom menembus waktu dan ruang menuju kekosongan agar tetap seimbang menggantikan segala sesuatu yang berpindah. Angin serasa berlomba untuk menjatuhkan dedaunan dan juga membelai rambut seorang gadis yang tepat berada di bawah pohon mangga. Rambutnya yang hitam sepinggang berterbangan mengikuti lari sang bayu. Berkali-kali berusaha merapikan namun tetap saja diacak-acak kembali oleh angin yang menggelitik. Gadis itu merasa tentram diayun sebuah ban bekas yang diikatkan oleh sebuah tali tambang lusuh. Senja itu begitu indah. Sama dengan senja-senja sebelumnya. Hanya waktu dan alam yang membedakannya. Ayunan pun terhenti ketika seseorang menyapa dengan segala kasih sayangnya.
“Assalamu’alaikum, kakak pulang!”
Suara itu terdengar dari dalam rumah, sedang gadis itu berada di halaman belakang bersama ayunannya. Mendengar suara itu, Gadis itu segera berlari menghampiri sumber suara. Terlihat sosok laki-laki tegap dan tinggi di ruang kecil yang biasa disebut oleh gadis dan kakaknya itu sebagai dapur. Ia menaruh beberapa sayuran dan lauk mentah di atas meja sederhana yang terlihat mulai rapuh.
“Ini kakak bawakan bahan masakan. Mala mini kakak ingin mencicipi tumis kangkung buatan Dinda.”
“Kak Arial dapat darimana kangkungnya?”
“Tadi kakak minta di tempatnya Mpok Ida. Dia khan punya kolam penuh kangkung.” ucap Arial yang bersambung dengan senyum dari adiknya Arinda.
Arial dan Adinda adalah saudara kembar identik yang hidup berdua di sebuah rumah kecil berdinding anyaman bambu. Sejak 5 tahun terakhir mereka hidup sebagai yatim piatu. Ayah dan Ibu mereka tewas dalam kecelakaan tragis. Ibunya tewas seketika sedangkan ayahnya koma selama 1 tahun dan akhirnya meninggal.
“Arinda, kakak mandi dulu. Kamu masak yang enak ya?”
“Siap pak bos!” sambut Arinda sambil memberi hormat layaknya tentara.
Hidup mereka sangat pas-pasan. Setiap pagi hari Arial bekerja sebagai loper koran, sedangkan Arinda bekerja sebagai pengantar susu dari rumah ke rumah. Dengan beberapa bulir keringat, masing-masing dari mereka mengayuh sepada bututnya untuk pergi ke sekolah. Pulangnya, Arial bekerja sebagai buruh pikul di Toko Dua Warna milik Cik Nawa. Dan Arinda bekerja disebuah tempat Laundry. Dan senjanya mereka pulang untuk sekedar melepas kesah dan saling bercengkrama.
Tak berapa lama, aroma menggoda datang dari dapur. Sungguh memberikan gairah untuk segera mencicipinya. Arial masih asik mengayunkan gayung berisi air di kamar mandi yang berada di luar rumahnya. Arinda pun menyiapkan makanannya di meja ruang tamu karena tidak ada ruang makan di rumah mereka. Rumah mereka hanya terdiri dari ruang tamu, satu kamar tidur dengan sekat pemisah untuk Arial dan Arinda, dapur, dan satu kamar lagi untuk tempat tidur bagi sepeda mereka, sedangkan untuk MCK-nya ada satu tempat kecil berada di luar rumah. Hidup memang tidak semudah cerita dalam negeri dongeng. Dan mereka selalu bersyukur atas apa yang diberikan.
Magrib telah datang. Setelah menunaikan kewajiban terhadap Sang Pencipta, Arial dan Arinda segera menuju ruang tamu.
“Perut kakak sudah lapar.”
“Dinda sudah bisa menebaknya. Tadi saja ketika berdo’a ada suara perut yang mulai demo meminta makan.” sambil mengangkat-angkat salah satu sisi alisnya
Arial yang gemas pun mengacak-acak rambut kembarannya itu, “Kau ini bisa saja.”
“Kakak! Nanti pesonaku hilang lagi.” menggembungkan pipi.
“Sudah-sudah, jangan ngambek gitu. Adik kakak tetap cantik kok.” Merangkul bahu adiknya yang kurus itu.
Keduanya saling berbagi tawa dan canda. Makanan sederhana pun terasa sangat istimewa bagi mereka bedua. Sungguh nikmat yang tidak terkira.
“Alhamdulillah, kenyang rasanya. Ini Hari Sabtu khan? Berarti giliran kak Ial yang cuci piring.”
“Aku ya? Sebenarnya aku malas, tapi tak apalah. Masa abang tega dengan eneng yang manis ini.”
“Ngga usah muji-muji! Awas aja kalau ujung-ujungnya ada maksud tersembunyi.”
“Hhhaha. Memang benar khan? Abangnya aja ganteng, jadi adiknya juga harus cantik.”
“Idih. Kak Ial PD-nya badai.”
“Tapi kakak perlu bantuan Din.”
“Tu khan bener! Apa?”
“Cuci piringnya bareng-bareng yuk?”
“Dasar cowok! Ya sudah sini. Tapi Dinda cuma bantu ya? Awas aja kalau Dinda dapetnya banyak!”
“Jangan galak-galak gitu. Nanti ngga ada yang mau lho.”
“Bodo!”
Canda tawa itu terus berlanjut. Rutinitas yang menyenangkan. Jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pk 19.30. Arial pun bersiap untuk pergi. Ketika malam, Arial bekerja di Rumah makan Ayam Bakar Babe Halim yang berjarak 500 meter dari rumahnya. Walaupun ia masih berusia 15 tahun. Namun tubuhnya sudah seperti anak berusia 18 tahun. Tidak akan ada yang menyangka bahwa dia masih duduk di kelas IX SMP.
Bulan Mei yang lalu. Arial dan Arinda telah lulus dari masa SMP-nya. Walau dengan keadaan dan waktu yang terus menghimpit, namun mereka mampu mempersembahkan kebanggaan bagi mendiang ayah dan ibunya. Secara berurutan Arinda mendapat peringkat pertama sedangkan Arial mendapat peringkat kedua untuk lulusan terbaik di SMP-nya. Dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama mereka memang selalu bersama. Dan rencananya awal bulan Juli ini mereka akan mendaftar di sekolah yang sama pula.
Pk 22.00 Arial pulang dengan kantung plastik di tangannya.
“Assalamu’alaikum. Dinda kakak pulang.”
“Wa’alaikumsalam. Iya sebentar kak.” berjalan menuju pintu depan.
Pintu pun terbuka. Terlihat sosok kembar identiknya itu di luar rumah. Merekapun duduk lesehan di ruang tamu.
“Kakak bawa apa malam ini?”
“Ini tadi dibawakan dua paha ayam dan 3 gelas beras dari Babe.”
“Wah, ada berasnya juga?”
“Iya, kata Babe dia lagi panen. Jadi kakak dikasih beras juga.”
“Iya, tapi lauknya juga dikurangi. Hhehe.”
“Eh, ini juga udah syukur Din.”
“Iya kakakku jelek.”
“Ganteng!”
“Iya ganteng. Tapi Dinda bohong. Hhhaha.” tertawa lebar. “Sini biar Dinda simpan. Kakak ganti terus tidur sana!”
“Siap ibu galak.” ledek Arial sambil berlari kecil menghindari adiknya.
“Awas ya, nanti Dinda cubit!”


Pagi tanggal 13 di bulan Juni.
“Kakak ayo berangkat! Lelet deh!” teriak Arinda dari teras rumah.
“Iya ini juga baru pakai sepatu. Sabar dong!” sahut Arial dari kamar.
“Dinda udah ngga sabar beli buku tulis. Nanti Dinda pilih yang bagus ya? Khan tabungan kita lumayan banyak.”
“Tapi ingat Juli nanti pengeluaran kita juga banyak.”
“Iya sih, kakak udah dapet info belum tentang PPDB-nya?”
“Sudah.” berjalan menuju teras depan.
“Widih, kakakku keren banget.” ledek Arinda yang melihat kakaknya sudah berada di sampingnya.
“Kapan kakakmu ini jelek? Kakak selalu terlihat ganteng setiap saat.”
“PD badai!”
“Berangkat?”
“Berangkat pak bos. Nanti naik angkutan khan?”
“Iya, udah pamit sama Bonbon belum? Kamu ini, sepeda aja dikasih nama.” geleng-geleng kepala.
“Biarin, sepeda kakak juga aku kasih nama kok. Namanya Tuyul. Hhaha.”
Pagi yang indah, sinar yang malu-malu menemani perjalanan mereka menuju kota yang sesak. Mereka hendak membeli perlengkapan guna menyambut masa baru. Masa putih abu-abu. Arinda pun memiliki banyak rencana. Ia ingin membeli buku, tas, dan juga sepatu baru. Sedang Arial menyerahkan semuanya pada Arinda. Karna memang Arinda lah yang menjadi juru uangnya selama ini. Dari toko satu ke toko berikutnya. Akhirnya setelah tiga jam lamanya Arinda merasa puas dan cocok.
“Kakak Dinda seneng deh. Tas kita kembar khan?”
“Iya, dan untungnya warnanya beda.”
“Hhaha. Ya jelaslah! Masa kakak warna tasnya ungu kayak punyaku?”
“Dasar cewek! Pilih tas yang warnanya netral dong.”
“Hitam itu suram kakak, tanpa warna keindahan.”
“Tau apa kamu? Hitam itu netral tapi juga kontras. Hitam juga berani!”
“Bukannya merah ya yang berani?”
“Hitam juga kok.”
“Kakak beli es krim yuk disana? Boleh ya?” menunjuk mini market di sebrang jalan.
“Iya deh. Tapi jangan yang mahal! Bisa tekor kita.”
“Kakak sok nasehatin nih. Selama ini khan juru uangnya aku. Kakak tuh yang sering minta uang!”
“Hhehe.. Iya deh kakak kalah.”
“Aku duluan ya kak. Kejar aku!”
“Ngga ah, kayak anak kecil.”
“Terserah, dada kakak. Kalau Arinda pergi jangan kangen ya. Hhehe.” berlari menuju ke jalan sebrang.
“Ngomong apa sih dia. Pergi kemana coba? Dari sini aja kelihatan jelas.” gerutu Arial.
Namun tidak lama kemudian . . . . . . .
“KAKAK!”
CIIIITTTTTT... BRUKKKKKKKKK...
Arial terbelalak tidak percaya. Adik kembarnya yang berlarian sambil membawa kantung plastik berisi sepatu dan juga buku tulisnya itu tertabrak oleh mobil mewah. Karena jalanan yang sedikit lengah pengendara itu tancap gas meninggalkan tubuh kurus jangkung Arinda yang bersimbah darah ditemani serakan buku tulis. Arial berlari mendekati adiknya. Darah Arinda membasahi seluruh dress birunya. Dress itu telah berubah warna, begitu juga dengan kemeja kotak Arial yang terus menggendong Arinda di punggungnya. Sesampainya di rumah sakit Arial merasa cemas dan takut. Ia tidak berdaya.
Kondisi Arinda sangat parah, ia harus dioperasi segera. Namun Arial tidak memiliki uang sebanyak itu. Memutar otak Arial pulang dan mengambil uang tabungan mereka berdua. Setelah dihitung uang itu masih belum cukup. Sangat tidak cukup.
Arial kebingungan, sampai akhirnya ia beranikan diri meminjam uang pada bos-bosnya. Babe Halim tidak bisa meminjmkan uang sebanyak yang Arial mau. Begitu juga dengan yang lainnya. Sampai akhirnya Arial memutuskan menemui Paman Chon. Preman yang menampung gelandangan dan juga memiliki bisnis rahasia. Rumahnya tidak jauh dari rumah Arial dan Arinda. Paman Chon memang kaya dan serakah.
Sambil terengah-engah, “Paman, saya ingin meminta bantuan dari paman.”
Panjang lebar Arial bercerita dan memohon pada Paman Chon, namun Paman Chon hanya cuek dan menganggap Arial sebagai angin lalu.
Arial pun keluar dari rumah Paman Chon dengan lesu. Sampai di halaman depan ia bertemu dengan teman Paman Chon. Orang itu terus melihat Arial dan akhirnya mengajaknya kembali ke dalam rumah. Orang itu meminta Arial duduk di ruang tamu sedangkan dia dan Paman Chon berdiskusi di ruang tengah.
“Siapa dia Chon?”
“Dia tetanggaku, kenapa kau ajak dia kembali kesini?”
“Kali ini kita punya orderan, dan dia sangat cocok. Ada orang kaya yang sangat membutuhkan, dan dia sepertinya berani membayar berapapun.”
“Apa dia tahu cara kita mendapatkannya?”
“Tentu saja tidak! Dia menganggap ini bisnis bersih.”
“Baguslah. Jadi kau ingin dia?”
“Tentu saja. Usia anak orang kaya itu sama dengan dia. Dan tubuhnya juga kurang lebih sama.”
“Baik, kita ambil anak itu. Toh dia anak yatim piatu.”
Paman Chon menemuai Arial. Dia bersedia meminjami Arial uang sebagai biaya rumah sakit adiknya asal Arial mau bekerja untuknya. Tanpa berpikir panjang Arial menyetujuinya dan pergi bersama Paman Chon ke rumah sakit.
“Baiklah, aku akan membayar uang mukanya terlebih dahulu. Yang penting adikmu bisa dioperasi hari ini. Kalau kerjamu bagus, akan ku bayar sepenuhnya.”
“Terimakasih paman.” Arial menciumi tangan Paman Chon sambil terisak dalam tangisnya.
“Temui dulu adikmu. Pekerjaanmu tidak mudah. Kita harus pergi ke luar kota. Dan mungkin akan agak lama.”
“Berapa lama paman? Saya ingin menjaga Dinda dan bersama-sama mendaftarkan diri ke SMA yang kami mau.”
“Tenang saja, kalau kerjamu bagus kita akan cepat pulang dan mendapatkan banyak uang.”
Arial pun mendatangi Arinda yang sudah bisa membuka mata sejak satu jam yang lalu. Arinda terus saja memanggil nama kakaknya.
“Arinda, kamu harus kuat. Nanti malam kamu akan menjali operasi. Maaf kakak tidak bisa menemanimu. Kakak harus pergi. Kalau kerjaannya sudah selesai kakak akan kembali. Dinda cepat sembuh ya? Kamu pasti bisa menjalani ini semua. Kakak tau kamu lebih kuat dibandingkan kakak. Nanti ketika pulang kakak akan memebelikanmu es krim yang besar.” Arial memegangi tangan adiknya kuat sambil larut bersama air matanya yang terus membasahi pipinya.
Sambil terpatah-patah dan berlinang air mata, “Kakak… mau… kemana…?”
“Kakak bekerja dengan Paman Chon untuk membiayai pengobatanmu. Paman Chon sangat baik, dia sudah membayar uang muka rumah sakit ini.”
“Kakak… jangan… lama… Dinda takut… sendirian…”
“Iya Dinda, kakak janji. Kalau kakak tidak cepat kembali, kamu harus yakin suatu saat nanti dengan cara apapun kakak akan tetap kembali dan berada di dekatmu untuk menjagamu – hidup atau mati.”
Arinda menangis sejadi-jadinya. Perawat yang berada di belakang Arial mendekati Arinda dan memberikannya suntikan bius. Arinda pun tenang dan mulai merasa ngantuk. Ia membiarkan kakaknya pergi. Ketika kakaknya keluar dan menutup pintunya kembali semuanya gelap.
Arial dibawa keluar kota. Ia dibawa ke sebuah gedung tua dengan berbagai macam peralatan di sebuah ruangan. Terkadang Arial mencium bau amis darah.
“Paman apa yang harus saya kerjakan?”
“Itu ada orang disana.” menunjuk seseorang yang memakai sarung tangan latex dan masker. “Kamu kesana dan dia akan memberitahumu. Tenang saja, pekerjaan ini akan membuat adikmu selamat. Cepatlah kesana. Semakain cepat semakin baik.”
Arial  mendekati orang asing itu. Ketika sudah dekat dengan sigap orang itu membungkam mulut Arial dengan sebuah kain. Arial merasa mabuk, semuanya berputar-putar di atas kepalanya. Bayangan Arinda yang berlarian terus bermunculan. Alm. Ayah dan Ibunya pun seperti berada di depan mata. Beberapa detik kemudian Arial tidak mampu berbuat apa-apa. Gelap, tanpa warna! Hingga akhirnya, beberapa menit kemudian kegelapan itu berubah menjadi napas yang hilang. Napas Arial terhenti.
Arial terjebak dalam organisasi gelap penjualan organ tubuh. Ia pun dibunuh. Semua organ-organ tubuh Arial yang berguna diambil. Arial yang dulu mengikuti perintah guru biologinya untuk membedah katak dan mengamati organ tubuhnya, kini merasakan hal yang sama bahkan sangat tragis. Paman Chon mendapatkan uang yang berlimpah. Sedangkan Arial tewas tanpa jasat yang utuh.
Operasi berjalan sukses, pagi harinya Arinda mulai membaik. Ia sudah bisa makan sendiri. Namun ia cemas dan gelisah. Kakaknya tidak kunjung kembali. Seminggu kemudian Arinda masih berada di rumah sakit. Ia sudah boleh pulang, namun sisa pembayaran belum terlunasi. Paman Chon ingkar janji. Ia tidak pernah kembali untuk melunasi biaya rumah sakit. Arinda cemas, ia bingung harus berbuat apa. Hingga akhirnya, seseorang datang dan mengetahui kisah Arinda. Ia kasihan kepadanya. Ahkirnya ia memutuskan untuk mengadopsi Arinda dan membayar semua biaya yang masih belum terlunasi. Arinda meminta agar kakaknya Arial juga diadopsi  oleh ibu yang baik itu apabila ia telah kembali. Akhirnya Arinda telah resmi menjadi anak angkat dari pasangan Bapak Anwar dan Ibu Anisa. Bapak Anwar adalah pengusaha yang kaya raya. Bahkan usahanya telah melebar hingga ke luar negeri. Usia pernikan pasangan ini sudah 20 tahun. Namun tak kunjung juga diberi momongan. Mereka sangat bahagia bisa mengadopsi Arinda dan juga berharap Arial segera kembali agar mereka juga bisa mengadopsinya.
Ayah angkat Arinda memiliki mata-mata dang ajunan dimana-mana. Karena Arial tidak kunjung kembali dan tidak pernah memberikan kabar akhirnya Pak Anwar turun tangan bersama dengan ajudan dan mata-matanya itu. Setelah ditelusuri, akhirnya Arial ditemukan kabarnya. Calon ayah angkat Arial sangat terpukul dan kaget. Ia tidak bisa menceritakannya sekarang. Ia baru bercerita pada istrinya. Mereka berdua berjanji akan menceritakannya setelah Arinda siap. Mungkin 2 tahun lagi. Tepatnya ketika Arinda berumur 17 tahun. Arinda baru saja menikmati masa SMA-nya. Ia di sekolahkan di sebuah sekolah ternama di Bandung. Arinda diboyong ke kota Bandung dan tinggal bersama orang tua barunya. Setiap malam Arinda menangis. Walau bagaimanapun ia tetap merindukan kakaknya. Paman Chon dan sindikatnya ditangkap serta dipenjarakan atas semua perbuatannya. Bisnisnya yang dibangun selama 10 tahun itu dihancurkan.

16 Juli 2012
Arinda merasakan hangatnya sang mentari pagi. Hari ini dia dalam masa orientasi di sekolah barunya. Sekolah yang bekerja sama dengan Negara Jerman ini tidak neko-neko dalam kegiatan MOS. Ia hanya berpakaian SMP biasa dengan tas yang terbuat dari kardus. Semua terlihat gembira. Arinda diterima di kelas favorite. Dengan keuletan yang ia dapatkan bersama kakaknya dulu, akan selalu menjadi bekal hidupnya.
Ketika memasuki kelas ia melihat seorang laki-laki yang sekilas seperti kakaknya. MOS dimulai, kakak-kakak yang mengaku dirinya sebagai senior pun datang dan memberi pengarahan. Mata Arinda masih saja tertuju pada laki-laki itu. Ketika mata mereka bertatapan, ia seperti melihat mata kakaknya yang selama sebulan ini belum juga kembali. Arinda menyambut MOS dengan suka cita. Ketika sedang di taman, Arinda ditabrak oleh seseorang dari belakang. Dengan sigap, sepasang tangan yang kuat menopang punggung Arinda. Seseorang yang menabrak Arinda tanpa sengaja pun meminta maaf.
“Maaf, aku tidak sengaja. Tadi aku sedang terburu-buru hingga tidak melihatmu berjalan menuju sana. Maafkan aku.”
Setelah posisi Arinda kembali berdiri, ia pun memaafkan temannya itu dan tersenyum ikhlas. Senyuman yang sangat manis. Setelah temannya itu berlalu ia melihat sosok yang menolongnya tadi.
“Terimakasih.” ucap Arinda sambil membungkukkan sedikit badannya.
“Okey, sama-sama. Lain kali hati-hati ya?”
Sosok itu kemudian sedikit mengacak rambut Arinda dan berlalu. Arinda kaget. Ia seperti sedang berhadapan dengan kakaknya – Arial.
“Tunggu!” Arinda pun mengejar sosok itu.
Sosok itu berhenti dan memutar badannya ke belakang, “Ada apa?”
Arinda yang sudah berada tepat dihadapan sosok itu terus mengamatinya. Benar-benar mata kakaknya. Ia seakan melihat kakaknya yang terus memandang dirinya. Karna terlalu lama berada dalam lamunan sosok itu kemudian menjentikkan jarinya. Dan Arinda pun kembali ke dunia.
“Kenapa… kenapa kamu tadi menolongku?”
“Entahlah, aku hanya merasa ingin menjagamu saja.” ucap sosok itu sambil tersenyum.
“Kita baru bertemu khan? Kenapa bisa kamu bilang seperti itu?”
“Aku juga bingung, namun mataku selalu ingin melihat kamu bahagia. Dan juga jantungku selalu berdegup kencang ketika kamu dalam bahaya.”
“Aku bingung. Sungguh.”
“Aku juga, tapi aku seperti telah lama mengenalmu. Walaupun baru kali ini aku bertemu denganmu.”
“Oiya, kenapa kamu tadi tidak ikut kegiatan olah raga?”
“Aku? Aku masih belum kuat. Disini (menunjuk letak jantungnya). Masih ada bekas operasi.”
“Operasi?”
“Ya. Pertengahan Juni lalu aku melakukan operasi jantung dan juga mata.”
“Mata? Jantung?”
“Iya, sejak kecil aku memiliki kelainan jantung. Dan ketika aku kelas IX mataku terkena tumor dan akhirnya aku buta.”
“Apa kau tau pendonor mata dan jantung itu?”
“Entahlah. Kata ibuku, ini dari seorang anak yang meninggal sebelum aku dioperasi.”
“Aku penasaran dengan pendonornya.”
“Begitu juga aku. Mau ke kantin? Aku ingin membelikanmu es krim.”
“Es krim? Kenapa?”
“Sepertinya mata dan jantungku yang mengatakannya.” sambungnya sambil tersenyum dan menggandeng tangan Arinda.
Dalam gandengan itu Arinda merasa sangat nyaman dan hangat. Ia berjanji dalam hati. Dimanapun kakak berada aku akan meneruskan cita-cita kita. Bukankah kita dulu akan selalu bersama demi meraih cita-cita dan mimpi kita? Kakak aku berjanji, SMA ini aku akan tetap menjadi yang terdepan, aku akan tetap mempertahankan angka 1 di dalam raport ataupun piagam penghargaan. Kakak, aku akan membuatmu bangga. Dan di masa putih abu-abu ini aku bukan Arinda yang manja. Disini di jantung ini, masih ada kakak yang terus menyemangatiku. Kita terlahir dari satu ovum yang sama. Apapun yang kakak inginkan akan aku wujudkan untukmu. Aku menyayangimu kakak. Aku sangat merindukan Kak Ial yang jelek dan selalu merasa ganteng. Aku berjanji untuk membuat semua orang bangga. Pesan dari kakak akan selalu aku ingat. Disini! Di 5 cm di atas keningku. Biarkan dia terus menggantung agar aku bisa melihatnya dan bekerja keras untuk menggapainya. Kalimat indahmu juga akan selalu mengalir dalam darahku. “Jadilah seseorang yang bermanfaat bagi orang lain, namun jangan pernah mau untuk dimanfaatkan.” Terimakasih Kak Ial. Adikmu menyayangimu.
Setelah sampai di kantin. Sosok itu melepas gandengan dan pergi sendiri ke dalam sana. Tidak lama kemudian ia muncul membawa sesuatu di tangannya.
“Ini es krimnya, aku belikan yang paling besar.”
“Kenapa harus sebesar ini? mana bisa aku menghabiskannya?”
“Karena aku telah berjanji. Oh iya, panggil aku Iqbal. Nama kamu?”
“Kamu ini aneh ya? Berjanji pada siapa coba? Namaku Arinda, panggil saja Dinda.”
“Okey aku pergi dulu. Habiskan es krimnya dan jangan nakal.”
“Iya.” Arinda masih saja tertegun dan bingung.



“Iya Dinda, kakak janji. Kalau kakak tidak cepat kembali, kamu harus yakin suatu saat nanti dengan cara apapun kakak akan tetap kembali dan berada di dekatmu untuk menjagamu – hidup atau mati.”