"Lya manis, , temenin aku yuk . . . ?! ya . . . ?" rayu teman baikku itu.
"Males ah Ra. mendingan juga tiduran."
"Ayolah, mang kamu gak bosen apa di kelas terus?"
"Gak . . !!" jawabku dengan muka memelas.
"Ya udah dech. Aku jajan dulu ya . . ? Selamat bertidur-tiduran sayangku.." sambil mengacak-acak rambut panjangku ini.
"Ih , , jadi berantakan nie!!" sontakku ketus.
"Lya kalau lagi marah tambah cantik ya . . . ? hhaha." kata Tiara dengan nada mengejek sambil berlari kecil keluar kelas.
"Eh , , malah kabur.. Awas ya!!"
Itulah Tiara teman baikku. Mungil, cantik, baik, dan pintar. Hidupnya berkecukupan, apapun yang dia inginkan slalu bisa ia dapatkan. Paling cuma satu atau dua hal yang ia tak sanggup untuk mendapatkannya. Salah satunya kesetiaan.
Ternyata paras cantik tak menjamin dia akan bahagia. Buktinya, berkali-kali temanku ini dibuat sakit hati oleh 'Kaum Adam'. Entah karna diduakan atau bahkan dimanfaatkan. Namun semua itu tak membuatnya jera untuk mengarungi cinta khas anak remaja.
***
Sabtu ceria di bulan November. Hujan lokal kembali hadir di kelas X-B. Dan apesnya lagi, minggu ini aku duduk di meja paling depan. Tak dapat dipungkiri lagi, buku milikku telah basah kuyup lengkap dengan kuahnya. Iuh, harusnya aku membawa payung tadi.
"Tett,, tett,, tett,," bel istirahat akhirnya menyelamatkan buku sejarahku dari bencana banjir.
"Nah, bapak harap kalian dapat mengerjakan tugas bapak dengan baik. Sekarang kalian boleh istirahat." kata Pak Ardi, guru sejarahku yang bersinar itu. (kepalanya botak depan:-))
"Ya pak . . . " jawab anak-anak serempak tanpa komando.
"Aduh, bukuku ada titik-titiknya nie." rengek Tiara lengkap dengan akting memelasnya.
"Udahlah Ra, Senin depan kita kan dah pindah." ucap penenangku untuk Tiara.
"Ich, dasar Pak Nobita jelek.. Besok-besok aku kasih masker aja ah. Biar nggak muncrat-muncrat lagi."
Dasar Tiara, cuma bisa mengeluh di belakang. Mana berani dia dengan guru tergalak di sekolahku itu. Apalagi ditambah kaca mata mirip punya nobita dan jenggot pendek yang lebat. Hhii, mendingan lihat macan dah.
"Ra, tumben kamu gak ke kantin?"
"Males Ya, gak nafsu makan aku!" gerutunya tanpa lupa untuk menekuk dan memajukan mulutnya.
"Ya udahlah, aku mau ke taman belakang nie. Kamu mau ikut gak?"
"Hah, taman belakang? Ikut dung.. hhehe"
***
Rabu, istirahat pertama. Seperti biasa aku harus ke ruang OSIS untuk memenuhi pertemuan rutin pengurus harian. Kebetulan aku di percaya untuk menjabat sebagai sekertaris II di organisasi ini. Dan hari ini aku harus ke sana sendirian. Kak Rian si bendahara I sedang sakit. Padahal cuma dia yang biasa menemani aku dan berangkat bersama ke ruang OSIS. Sebalnya lagi, aku harus melewati ruang anak-anak PA sendirian.
Baru berjalan di sebelah selatan ruang PA , , ,
BrukK . . Tiba-tiba ada yang menabrakku dari belakang.
"Auw,, hati-hati dung..!!" amukku sambil merintih kesakitan.
"Maaf Ya. Tadi aku buru-buru. Sini aku bantu."
'Haduh, suaranya kok kayak kenal? Ap mungkin Mr. R ya?' lamunku dalam batin.
"Ya kamu gak apa-apa kan? Ayo aku bantu kamu berdiri..?"
Uluran kedua tangan itu tiba-tiba sudah ada di depan mataku. Dan tepat di tangan kanannya terdapat sarung tangan khas anak-anak PA(pecinta alam). Mampus , , jangan-jangan benar-benar Mr. R yang akan menolongku berdiri saat ini. Kepalaku masih menunduk tak mau mendongak sedikitpun. Kakiku pun makin lemah dan tak mau berdiri. Jantungku terasa dag,, dig,, dug,, tak karuan. Apa benar ini Mr. R . . . . ? Tuhan . . . .
"Ya, sakit banget ya?" suaranya makin terdengar khawatir.
〔Siapa dia . . . ?
Apa benar si 'Mr. R'〕
-bersambung-