Mencekam . . .
Atmosfir kelasku berubah drastis. Kak Dimas yang biasanya memancing tawa kami dengan sejuta polahnya, kini tengah berbeda. Dan Kak Mita yang dari tadi berada di samping kanan tubuh Kak Dimas mulai takut dan pucat. Mungkin Kak Mita juga merasakan apa yang kami semua rasakan. Bahkan ternyata, Kak Mita sedang menangis. Tak sampai hati rasanya melihat Kak Mita menangis takut karna perkelahian lidah antara Kak Dimas dan Kak Ady yang di backingi oleh Kak Dima.
Ketika aku ingin bersuara dan mencoba mengungkapkan pendapat dan saran. Jerit ketakutan malah terdengar dari arah belakang. Tepatnya dari arah saf-2.
"Stop . . !! Bisakah kakak-kakak ini lebih tenang . . ?"
Orang ini jelas sekali sedang menangis. Karna senggukannya masih terdengar jelas ketika menjerit. Dan kemudian aku sadar bahwa itu adalah suara Tiara.
"Kak Ady, Kak Dima, dan Kak Dimas.. Kasihan Kak Mita. Dia ketakutan karna kakak. Kami yang salah. Bukan Kak Dimas ataupun Kak Mita! hiks"
"HEI, siapa yang berani bicara?" bentakan hebat dari Kak Ady yang dibarengi gebrakan meja yang makin membuat jantungku histeris.
"Kalian pikir kalian siapa hah? Dasar nggak tahu malu! Udah tahu salah, tapi malah berani bentak kami, kakak senior KALIAN!" tunjuk Kak Dima pada barisan kami.
"Sekarang jangan cuma berani ngomong doang! Maju dan tunjukin muka LOE yang bikin GUE enek itu!" imbuh Kak Dima kemudian.
"Udah lah Ma, KITA ini cuma sampah buat mereka!"
"Tapi Dy, kita juga kakak mereka. Kakak yang seharusnya DIHORMATI!!"
"Ma, inget satu hal. Anak didik tidak akan menjadi buruk jika pengampunya itu baik. Dan sebenarnya bukan mereka yang salah karna sikapnya itu. Tapi dua orang ini yang GAK BECUS ngebawa mereka pada kenyataan pahit masa SMA! Mereka masih jadi anak SMP yang manja dan CENGENG!"
Lagi, Kak Ady kembali menunjuk kakak pengampu kelasku dan menyalahkan mereka lagi. Ketika itu jelas terlihat muka Kak Dimas yang makin terbuai oleh emosi iblisnya. Dan Kak Mita pun makin menangis sesenggukan.
"Lihat Kak Ady.. Ada kakak pengampu kelas yang nangis tu!"
"Dasar rapuh! Hei, kamu M250B11!! LOE pikir tangisanmu itu bisa bikin aku dan Dima simpati? Gimana ka . . ." belum selesai Kak Ady bicara, tiba-tiba Kak Dimas memotongnya dengan emosi yang memuncak.
"Terserah kamu mau ngomong apa! Tapi jangan pernah buat temanmu sendiri SAKIT karna ucapanmu! GUE TAHU! GUE NGERTI! Kalau saya memang tidak becus dalam menangani adik junior kelas X-B. Dan dustakah saya jika, meninggalkan tempat ini?" tantang Kak Dimas.
Dan dengan lembut Ia menoleh ke arah kanan dan menggandeng tangan Kak Mita "Mit, kita keluar dulu ya? Tenangin diri dulu.. Ya?"
Tapi Kak Mita tak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepalanya perlahan.
Kak Dimas pun berlalu menuju pintu di sebelah kiri yang berjarak 8 meter dari tempatnya berdiri. Gandengan itu begitu kuat. Namun sebelum Kak Dimas dan Kak Mita menghilang di balik pintu. Kak Dimas berhenti tanpa membalikkan badan dan mengangkat suara, "Untuk para pengevaluasi terhormat. Saya, permisi. Jika anda memang merasa yang 'ter-' silahkan untuk mengampu kelas ini tanpa kami D235B13 dan M250B11. Kami meminta izin secara tidak terhormat kepada kalian. Semoga junior kelas X-B dapat menjadi sesuatu yang hebat di tangan kalian. Terima kasih."
Ucapan ini begitu dalam. Bahkan Kak Mita hanya bisa menurut sambil tetap dituntun oleh Kak Dimas.
Dan ternyata hampir separuh dari penghuni kelas ini menangis, takut, dan tegang. Termasuk di dalamnya adala AKU. Tanganku pun mulai mengeluarkan keringat dingin yang berlebih. Tiara teman baikku itupun makin terpuruk dan jatuh pinsan.
Tuhan neraka macam apa ini?
Dari luar, kemudian muncul empat senior PMR (Palang Merah Remaja) yang menggotong tubuh Tiara dan memberikan P3K dengan barang-barang sederhana.
Setelah terdiam lama akhirnya Kak Dima kembali bersuara.
"Tenang kalian semua disini?? Hanya diam?"
Kaget dan heran! Kak Dima ternyata juga rapuh. Dia mulai mengeluarkan air mata yang terlihat enggan keluar dari mata indahnya sambil mengucapkan kata-kata tadi.
"Karna tugas, aku malah dibenci oleh teman baikku. M250B11 adalah temanku. Dan . . INI SEMUA KARNA KALIAN!!"
Kak Dima terlihat menyesal dan stress dengan keadaan. Dan Kak Ady hanya bisa diam terduduk kaku di kursi guru.
Entah kenapa kakiku melangkah menuju tempat dimana Kak Dima berada. Sambil tetap berdiri aku memulai pembicaraan kepada Kak Dima yang sedang duduk di salah satu kursi barisan meja utama sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Maafkan kami kak? Maaf atas segala kekanak-kanakan kami. Maaf untuk keegoisan kami yang hanya bisa diam dan tidak mau untuk disalahkan. Maaf untuk semuanya kak!?"
"Bodoh! Kenapa baru sekarang? Sejarah nggak mungkin bisa diulang non? Dan apa kamu mau menanggung semua kesalahan? Kamu mau menerima kosekuensi dari kakak?"
"Jika itu memang harus maka saya kan berusaha kak."
"Udah lah Ma, biarin aja! Paling dia cuma pengen dipanggil pahlawan sama temen-temennya." saran Kak Ady dengan ogah-ogahan.
"Gak, biar dia tahu bahwa setiap perbuatan itu ada konsekuensinya! Sekarang kamu lari ke lapangan 1.3 dan push up di sana sebanyak 3 seri!"
"Kenapa harus disana kak?"
"Banyak tanya ya? Disana ada anak-anak PA latihan wall clambing. Dan gue pengen loe ngerasain malu! Hhaha.."
"Udah cepet lari dan tunggu gue di tengah lapangan!"
Segera aku hapus sisa-sisa air mataku dan berlari menuju lapangan 1.3 dengan sempoyongan karena lemas.
〔mampukah Lya menjalaninya?〕
-bersambung-